/a>

Tumpak Nainggolan: Peraturan Perundangan Yang Tidak Jelas Akan Timbulkan Multi Tafsir

  • Bagikan

Asahan, //Klewangnews.com- Amar perkara yang diputus oleh Hakim MK yang diketuai Anwar Usman dalam register Nomor 90/PUU-XXI/2023 adalah bahwa persyaratan Capres dan Cawapres ialah berusia paling rendah 40 tahun atau pernah dan sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk Pemilihan Kepala Daerah.

Artinya bahwa dictum putusan MK tersebut ada penambahan suatu frasa atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah. Hal mana sebelum diuji Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 tahun 2017 bahwa syarat usia capres dan cawapres paling rendah 40 tahun.

Hal tersebut bagian dari perintah Pasal 6 ayat (2) UUD’45 mengatur bahwa syarat syarat untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden diatur lebih lanjut dengan undang undang, demikian papar Tumpak Nainggolan, SH, salah satu komunitas pelapor terhadap pelanggaran Anwar Usman saat dikonfirmasi media melalui WhatsApp, Minggu (12/11/2022/3) di Kisaran.

Setelah ditelaah dalam penegasan Tumpak, bahwa konsiderans maupun amar putusan perkara tersebut, ada suatu kejanggalan- kejanggalan hal legal reasoning dan ketidak-patutan dalam konsiderans putusan maupun termasuk kondisional pelanggaran konduite etik perilaku hakim MK sebagaimana The Bangalore Principles of Judicial Cunduct pada Peraturan MK No.09/PMK/2006..Sehingga kita menyampaikan laporan pengaduan pada tanggal 24 Oktober 2023 kepada Majelis Kehormatan Etik Mahkamah Konstitusi, tentang pelanggaran konduite etik perilaku Hakim MK terutama Anwar Usman selaku Ketua MK yang juga Ketua Majelis Hakim pleno perkara tersebut.

Inti laporan tersebut adalah bahwa amar putusan perkara tersebut menimbulkan berbagai multi tafsir atau interpretasi, sehigga mengakibatkan suatu ketidak-patutan suatu ketentuan hukum agar tidak terjadi svanungverhaits (persitegangan konsep dasar kepastian, keadilan dan kemanfaatan), terang Tumpak Nainggolan.

Hal mana menurutnya bahwa oleh UU Nomor 12 tahun 2011 adalah menghendaki bahwa dalam suatu pembentukan peraturan perundang undangan adalah harus memenuhi asas kejelasan rumusan yang mudah dipahami dengan pilihan kata atau istilah dan tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi/tafsir, kata Tumpak pada sidang MK yang digelar pada Selasa, (7/11/2023) kemarin.

Juga alasan laporannya tersebut bahwa dengan amar putusan perkara tersebut adalah lebih rendah kualitas syarat usia Capres dan Cawapres jika dibandingkan syarat usia calon Gubernur, Bupati dan Walikota sebagaimana menurut Pasal 7 UU Nomor 10 tahun 2016 bahwa persyaratan usia minimal calon adalah syarat tunggal dan tidak pakai syarat alternatif. Dengan demikian putusan MK tersebut adalah pelanggaran konduite etik sebagai penyalah-gunakan wewenang (detournement de pouvoire), bebernya.

Alasan yang paling utama pada laporannya adalah bahwa Anwar Usman selaku Hakim MK pernah mengeluarkan opini dan pendapat di ruang terbuka publik sebagai narasumber pada kuliah umum mahasiswa baru di Unissula. Yang salah satu inti pokok opininya adalah “saat ini masih banyak yang menunggu keputusan MK terkait batasan minimal usia calon Presiden dan Wakil Presiden terlebih menjelang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden serta Legislative”, ungkapnya.

Padahal pernyataannya tesebut adalah berkaitan dengan suatu pokok perkara yang sedang diperiksa dan diadili. Namun demikian Anwar Usaman tidak segera mengundurkan diri dalam memeriksa, mengadili perkara register Nomor 90/PUU-XXI/2023 tersebut.
Apalagi kata dia, dengan mengingat bahwa jauh jauh hari sebelum putusan perkara tersebut didaftarkan di Kepaniteraan MK, bahwa oleh komunitas dan atau koalisi dari pendukung bakal calon Presiden Prabowo Subianto telah menggadang gadang Gibran Rakabuming Raka yang nota bene adalah ponakannya Ketua MK untuk dipasangkan dengan Bacapres Prabowo Subianto, akan tetapi terganjal oleh usia, katanya.

Bahwa atas laporan pelanggaran terhadap konduite etik perilaku Hakim MK tersebut maka pada tanggal 7 November 2023 dalam putusan No.2/MKMK/L/11/2023 oleh Majelis Kehormatan etik MK memutuskan bahwa Anwar Usman terbukti telah melakukan pelanggaran berat terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, prinsip ketidak-berpihakan, prinsip integritas, prinsip Kecakapan dan Kesetaraan, Prinsip independensi dan prinsip kepantasan dan kesopanan, ujar Tumpak.

Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua MK, Memerintahkan Wakil Ketua MK untuk dalam 2 x 24 jam sejak putusan selesai diucapkan memimpin pemilihan pimpinan yang baru sesuai dengan peraturan perundang undangan yang baru. Anwar Usman tidak berhak untuk mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan MK sampai jabatan Hakim Konstitusinya berakhir. Anwar Usman tidak diperkenankan terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, Pemilihan Anggota DPR, DPD dan DPRD, serta Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan, terangnya.(Mgs)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *